Tradisi Balimau

Pandangan Adat dan Islam Mengenai Tradisi Balimau

Posted on

Tradisi Balimau lazim dilakukan sebagian masyarakat minang ketika menjelang Ramadhan. Saban kali Ramadahan datang, maka berbondong bondong orang ke tempat pemandian untuk menyucikan diri. Tempat yang ramai menjadi tujuan balimau  adalah aliran sungai dan lubuak.

Dahulu, masyarakat beramai-ramai pergi balimau, bahkan hingga menyewa mobil dan angkutan umum. Namun sekarang, balimau tampak seperti modus para pasangan untuk pergi raun (pacaran). Kendaraan yang digunakan banyak berupa sepeda motor. Dan pelakunya adalah para pasangan.

Lalu bagaimana sebenarnya pandangan Adat Minang dan Syariat Islam mengenai balimau?

Tradisi Balimau dalam Adat Minang

Balimau diserap dari kata limau/ jeruk nipis. Maksudnya adalah mandi menggunakan jeruk nipis sebagai pengganti sabun. Tempat yang dipilih biasanya adalah sungai dan pemandian dengan air mengalir.

Kebiasaan balimau ini diperkirakan merupakan warisan dari kebudayaan Hindu. Setelah islam masuk di minangkabau, terjadi akulturasi hindu dan budaya minang. Masyarakat memandang balimau adalah tradisi untuk mensucikan diri menjelang datangnya bulan Ramadhan.

Hingga kemudian disepakatinya perjanjian bukit Marapalam. Dimana semua kebiasaan neneok moyang yang bertentangan dengan ajaran Islam harus ditiadakan. Tradisi balimau menjadi salah satu kebiasaan yang mulai dibatasi dan tidak dianjurkan.

Tradisi Balimau di Minangkabau
Tradisi Balimau di Minangkabau

Tradisi Balimau dalam Agama Islam

Untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan haruslah disambut dengan kesucian jiwa dan raga. Setiap jiwa diwajibkan untuk mensucikan diri (termasuk mandi) dan mensucikan hati, dengan saling maaf memaafkan.

Tradisi balimau ini memang tujuan awalnya untuk mensucikan diri. Dan tidak menutup kemungkinan untuk ajang silaturahim dengan masyarakat sekitar. Sehingga, proses saling maaf dan memaafkanpun bisa terjadi. Apalagi bila satu keluarga besar dan masyarakat sekitar bersama-sama pergi balimau.

Namun sayangnya nilai-nilai tersebut dinodai dengan maraknya penyalahgunaan fungsi baliamau itu sendiri. Banyak hal yang dilanggar secara adat dan agama, sehingga wajar saja tradisi baliamau sangat tidak dianjurkan bahkan dilarang.

Tradisi balimau tidak lagi perjalanan keluarga tapi banyak menjadi perjalanan pasangan kekasih. Pergi berduaan dengan yang tidak muhrim tentunya melanggar nilai adat dan terlarang oleh agama. Apalagi bercampurnya laki-laki dan perempuan di tempat pemandiang umum. Hal ini yang kemudian membuat para ulama dan ninik mamak melarang tradisi balimau.

Comments

comments

Gravatar Image
Gadih minang tulen, meskipun lahir dan besar di Jakarta. Menyukai liburan ke tempat wisata di Sumatera Barat, sambil menikmati kuliner. :D