Tari Piring adalah tarian khas minangkabau yang paling populer. Tak lengkap rasanya jika ada acara yang dihadiri oleh orang minang, baik di kampung halaman ataupun di rantau, tanpa penampilan tari piring.
Tarian yang berasal dari Solok ini menggunakan piring sebagai properti utamanya. Kadang, piring sengaja dipecahkan dan penari menari diatas tumpukan pecahan piring tersebut. Hal ini kemudian menjadi bunga pertunjukan yang selalu ditunggu-tunggu penonton.
Tarian ini biasanya ditampilkan sebagai hiburan, meskipun tak jarang juga menjadi pembuka acara yang dihadiri para tokoh-tokoh minang. Biasanya untuk menarik atensi penonton. Tari ini biasanya dimainkan oleh perempuan, maupun lelaki dan perempuan berpasangan dengan kostum dominan berwarna merah.
Sejarah Tari Piring
Dahulunya, tarian ini dilakukan di musim panen. Ritual ini dilakukan sebagai ucapan terimakasih atas musim yang baik dan panen berlimpah. Biasanya prosesi ini diawali dengan pemberian sesajian untuk dewi padi. Penari akan berjalan beriringan dengan membawa dulang dan piring berisi persembahan untuk para hyang.
Setelah masuk islam ke Minangkabau, tradisi ini dimodofikasi dan disesuaikan dengan syariat agama. Segala bentuk persembahan dan sesajian dihapuskan. Jadilah tari piring murni hanya sebagai bentuk kesenian dan kebudayaan minangkabau.
Gerakan Tari Piriang
Tari piring bercerita tentang proses bercocok tanam padi. Gerakan tari diadaptasi dari keseharian petani dalam menggarap sawah, mulai dari menanam hingga proses panen. Diantara gerakan tari dinamai dengan istilah Manyabik, Maangin dan Mairiak.
Manyabik , berasal dari kata sabit (arit) artinya memotong batang padi. Kemudian buah padi dirontokan dari batangnya, diistilahkan dengan Mairiak, gerakan menginjak-injak ini kemudian dapat kita lihat sebagai gerakan injak-injak piriang dalam tari. Kemudian padi diangin , yaitu memisahkan padi yang kosong (hampo) dengan padi yang berisi. Serta masih banyak lagi filosofi dari gerakan tari piring ini. seperti gerakan pasambahan, menyemai, menyiang dll
Musik Tari Piriang
Musik pengiring tari biasanya menggunakan talempong, gandang tambua, sarunai dan pupuik batang padi. Tempo gendang yang semakin meninggi, ditambah dengan iringan talempong dan sarunai tentu menjadi penambah semangat dan jiwa tari.
Selain itu, biasanya penari menggunakan cincin yang terbuat dari batu pada salah satu jarinya. Sambil menari biasanya mereka menjentikan cincin ke piring. Suara tersebut sekaligus menjadi pengatur tempo tarian.
Dendang Tari Piriang
Untuk menambah harmonisasi tarian, biasanya dtambahkan dendang. Penuturan lisan ini, selain mengiringi tari, juga berfungsi sebagai stories (cerita) pada tari itu sendiri.
“elok elok lah manjek kamuniang,
jan sampai rantiang nyo patah
elok elok lah manari piriang,
jan sampai piriangnyo pacah”
Begitu bunyi salah satu syair tukang dendang mengiringi tarian khas sumatera barat tersebut. Dengan kostum berwarna dominan merah, ritme musik yang teratur, makin lama makin cepat, makin cepat hingga puncaknya biasa pada atraksi injak-injak pecahan piring. Cukup membuat ngilu dengan penampilan Tari Piriang yang demikian, tapi disitulah letak keseruannya