Merantau dan Minang adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bagi orang minang, merantau sudah ada dalam darah mereka. Kebiasaan untuk berpindah ke daerah dan suasana baru sudah diterapkan orang minang sejak dahulu. Karena kebiasaan inilah, daerah minang berkembang luas. Dari kawasan puncak gunung Marapi hingga bahkan lebih luas dari provinsi Sumatera Barat sekarang.
Dijelaskan dalam pepatah minang yang lain, bahwa orang minang sudah ada sejak gunung Marapi sebesar telur itik. Daerah tinggal pertama masyarakat minang adalah nagari Pariangan, (sekarang berada di Luhak nan Tuo-Tanah Datar). Adanya luhak nan Tangah (Agam) dan Luhak Nan Bungsu (limapupuh kota), hingga daerah pesisir dan rantau jauh, ada akibat persebaran para perantau minang dari pucuk tumbuh pertamanya di Pariangan.
Zaman sekarang, bahkan hampir dimana-mana bisa dijumpai keturunan suku Minangkabau. Masyarakat penganut Matrilineal terbesar ini terkenal akan kemampuan berdagang, berpolitik, dan terutama sekali mengolah makanan.
Berikut 7 Pepatah minang yang mereka terapkan hingga sukses di rantau:
Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah
Prinsip ini menjadi pegangan utama yang dipegang perantau minang kemanapun mereka pergi. Kewajiban untuk menjalankan syariat agama tidak hanya sebatas ibadah, tapi juga dalam setiap segi kehidupan mereka. Termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidup, haruslah dengan cara yang halal. Tak hanya memperoleh uang dengan cara halal, tapi juga membelanjakan uang untuk hal yang halal.
Dima Bumi dipijak, Disitu Langik dijujuang
Orang minang adalah orang yang beradat. Namun tidak semua adat bersifat kaku. Ada adat yang sifatnya babuhua tungga (buhul tunggal), artinya bisa menyesuaikan dengan kebiasaan masuarakat setempat. Dengan berpedoman pada Dimana bumi dipijak, disitu langit dijujung. Artinya, dimanapun mereka merantau, Haruslah mengikuti semua aturan yang berlaku di tempat tersebut. Hal ini yang membuat mereka survive dan diterima baik di tanah rantau.
Musuah Indak dicari, Basuo Pantang diilakkan
Perantau harus tahu diri. Ia harus sadar bahwa ia adalah pendatang, sehingga harus menjalin hubungan baik dengan pribumi setempat, membaur dan menghindari permusuhan. Namun lain halnya bila merasa terusik, harga diri tetaplah harus dibela dan dipertahanan mati-matian. Meskipun filosofi ‘musuh indak dicari’ ini adalah prinsip utama silat minang, tapi tetap dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
Alam Takambang Jadi Guru
Sebagai orang baru, perantau sadar bahwa dirinya hanya ‘anak buah’ yang sedang mencari ‘induk semang’. Ia haruslah beradapatasi dengan lingkungan baru. Tidak ada alasan canggung dan malu ketika gagal, karena tujuan merantau yang utama bukanlah sekedar uang, tapi juga pengalaman. Belajar dari pengalaman dan terus bekerjakeraslah yang kemudian mengantarkan mereka pada kesuksesan.
Baraja ka Nan Manang, Mancontoh ka Nan sudah
Tidak ada orang yang langsung sukses dan berhasil. Semuanya dimulai dari bawah dan dilanjutkan dengan kerja keras. Agar kerja keras tidak sia-sia, haruslah dilakukan dengan ilmu. Untuk itu, haruslah belajar dari orang yang lebih berpengalaman, sehingga kegagalan bisa diminimalisir. Untuk itulah, kenapa setiap perantau harus punya induk semang.
Tiado Rotan akapun Jadi, Tiado Kayu Janjang dikapiang
Semangat dan kerja keras. Prinsip utama yang harus dimiliki oleh yang ingin sukses. Sebagai suku yang terkenal akan bakat dagangnya, orang minang tak serta merta mewarisi bakat tersebut. Selain kerja keras, tentulah harus pandai membaca situasi dan kondisi, menghitung segala kemungkinan dan untung rugi agar tetap bisa bertahan hidup dan sukses di rantau.
Takuruang nak di Lua, Taimpiak nak di Ateh
Cerdik dan tidak mau kalah. Jangankan kalah sekalipun, untuk seri pun tidak mau. Itulah pepatah minang yang mereka patri dalam diri mereka agar bisa bertahan di kejamnya persaingan hidup. Para perantau haruslah bisa membedakan mana kawan dan lawan bersaing, sehingga saat persaingan terjadi, mereka tetap keluar sebagai pemenang.