Minangkabau adalah penganut paham Matrilineal terbesar di dunia. Artinya, hak waris secara adat dipegang dan diturunkan melalui garis keturunan ibu, termasuk suku. Minangkabau sendiri adalah satu suku bangsa di Indonesia, sedangkan suku yang dimaksud disini adalah kelas lebih kecil / klan.
Merunut pada tambo minangkabau, suku-suku di minangkabau bermula dari ketetapan Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak Katumangguangan. Mufakat kedua pemangku adat ini menetapkan adanya 4 suku utama di Minangkabau, sebagai pokok, kemudian dari sinilah bermunculan suku-suku yang lebih kecil.
Salah satu aturan yang cukup keras didalam sebuah suku adalah larangan nikah sesuku. Hukumnya secara adat sangat berat, dan biasanya berakhir dengan diasingkan dan diusir dari kampungnya sendiri.
Nikah Sesuku dalam Adat Minangkabau
Kekeluargaan satu suku dibentuk oleh struktur lain yang lebih kecil. Bermula dari keluarga saparuik (seperut), artinya keluarga yang dilahirkan dari perut yang sama, dibentuk oleh ayah, ibu dan anak. Kumpulan dari keluarga saparuik ini kemudian membentuk keluarga sajurai (sejurai). Keluarga sejurai biasanya tinggal dalam satu kawasan rumah gadang dan digambarkan juga sebagai keluarga sedapur.
Keluarga sakampuang (sekampung) adalah kumpulan dari beberapa rumah gadang dengan garis darah masih bertautan. Kemudian kampung-kampung inilah yang berkumpul dan menjadi keluarga sasuku (sesuku). Sehingga wajar saja nikah sesuku dilarang, karena dianggap sama dengan menikahi saudara sendiri (sedarah).
Selain itu, nikah sesuku juga mengacaukan strata kekeluargaan di minangkabau. Ada kebingunan status anak di keluarga bako (ayah) dan keluarga ibunya. Sehingga wajar saja hukumannya adalah diusir dari kampung.
Nikah Sesuku dalam Islam
Dalam islam, nikah sesuku dibolehkan asalkan dengan bukan mahram. Syara’ (Islam) telah mengatur dengan jelas siapa saja golongan yang tidak boleh dinikahi dalam Alquran.
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan ” QS. An-nisa’: 23.
Secara umum nikah sesuku dibolehkan dalam islam. Namun kemudian hal ini menjadi antitesis dengan adat minangkabau yang menjunjung tinggi falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Nikah Sesuku dalam Ilmu Kesehatan
Larangan nikah sesuku di minangkabau, disadari atau tidak sangat berkaitan dengan ilmu kesehatan. Salah satu akibat yang sangat mungkin terjadi akibat nikah sesuku adalah munculnya penyakit keturunan, seperti hemofili, buta warna, diabetes dll.
Misalkan ketika ayah memiliki penyakit X, kemudian setiap anak mewarisi bibit penyakit ini. Kemudian kemungkinan penyakit ini juga diwariskan ke keturunan berikutnya, begitu terus turun temurun. Bukan tidak mungkin sebagain besar keluarga sesuku mewarisi gen penyakit ini.
Ketika terjadi pernikahan sesuku, sangat mungkin kedua pasangan membawa gen penyakit didalam darahnya. Ketika gen penyakit ini menjadi dominan, sangat mungkin anak mereka muncul gejala penyakit X yang dulu diidap oleh kakek buyut mereka. Sehingga untuk alasan ini, nikah sesuku sangat wajar untuk dihindarkan dan dilarang di minangkabau.
Meskipun ini adalah kemungkinan yang bisa terjadi satu dalam sekian ribu kasus, dalam kehidupan masyarakat minang moder yang sudah sangat bercampur dalam artian talian darah dan kehidupan sosial, nikah sesuku bukan lagi aturan adat yang dianggap mengikat kuat.
Selagi disahkan oleh agama dan hukum undang-undang perkawinan, pernikahan sesuku bisa dilaksanakan. Meskipun konsekuensinya harus terusir dari tanah ulayat.