Setiap tahun, ribuan ton ikan keramba masyarakat maninjau mati secara bersamaan. Ikan-ikan tersebut mati karena racun di perairan. Masyarakat sekitar menyebutnya sebagi tubo (tuba). Asal muasal tubo ini juga dikaitkan dengan cerita legenda Bujang Sambilan. Kematian ikan-ikan ini dikaitkan dengan kutukan yang harus diterima sebagai imbas dari cerita legenda tersebut.
Cerita Bujang Sambilan, atau dalam istilah minang disebut dengan kaba adalah kisah populer di masyarakat. Cerita turun temurun ini dilestarikan dan dituturkan dalam bentuk randai dan teater.
Sinopsis Kaba Bujang Sambilan
Gunung Tinjau. Disekelilingnya terdapat banyak perkampungan petani. Tanah mereka subur karena abu vulkanik dari gunung berapi tersebut. Disalah satu kempung tinggalah 9 orang anak laki-laki dan satu saudara perempuan. Mereka dikenal sebagai bujang sambilan. Saudara tertua bernama Kukuban, lalu adik adiknya bernama kudun, bayua, malintang, galapuang, balok, batang, bayang dan kaciak. Sedangkan adik bungsu perempuan mereka bernama Siti Rasani (sani).
Kakak beradik ini sudah tidak meiliki orang tua. Adik bungsu mereka, sani, dibesarkan oleh 9 bujang dan mamak mereka, Datuak Limbatang. Beliau menjadi tampek batanyo kok ka pai, tampek babarito jikok lah pulang.
Datuak Limbatang sendiri mempunyai anak bujang seumuran Siti Rasani, namanya Giran. Putra tunggal Datuak Limbatang ini dikenal senagai pandeka di nagari (pendekar/ahli silat). Bahkan pernah ia mengalahkan kakak tertua bujang sambilan, Kukuban, dengan telak. Bahkan kukuban harus pulang dengan terpincang akibat pertarungan tersebut.
Datuak Limbatang berniat menjodohkan bujangnya, Giran, dengan Siti Rasani. Tentu saja Giran menerima usulan ayahnya, karena memang ia tengah menjalin percintaan dengan keponakan ayahnya tersebut. Keduanya telah lama berhubungan tanpa diketahui oleh keluarga masing-masing.
Niat baik Mamak bujang sambilan ini ditolak mentah-mentah oleh Kukuban. Sebagai saudara tertua, ia memegang peran penting dalam setiap pengambilan keputusan. Giran adalah pemuda sombong dan tidak tahu adat sopan santun. Itu alasan Kukuban menolak lamaran Datuak Limbatang. Padahal alasan utamanya adalah karena Giran telah mempermalukannya di Gelanggang. Keputusan sudah diambil, 8 saudara laki-laki lain tidak ada yang membantah.
Kukuban melarang adik perempuannya untuk berhubungan dengan Giran, Ia juga mulai melarang untuk bertemu Mamak mereka. Tentu saja siti rasani tidak bisa membantah keputusan tersebut.
Layaknya pasangan yang tengah dimabuk cinta, baik Giran maupun Sani tentunya sama-sama menanggung rindu. Saat rasa itu tak terbendung, jadilah keduanya berjanji bertemu. Dengan sembunyi sembunyi, pasangan itu bertemu di ladang di tepi sungai.
Sial, Siti rasani luka akibat terkena ranting tajam di bagian paha. Dengan daun-daunan obat disekitarnya, Giran mencoba mengobati luka kekasihnya tersebut. Namun malang, tiba-tiba keduanya dipergoki oleh orang sekampung yang dipimpin bujang sambilan.
Mereka bersaksi bahwa saat itu Giran tengah mengusap-usap paha Siti Rasani, dan dari paha itu ditemukan bercak darah. Masyarakat yang telah termakan hasutan bujang sambilan menuntut Datuak Limbatang mengadili anak dan juga kemenakannya tersebut. Sidang menginginkan Giran dan sani, yang diduga berbuat tidak senonoh, dibuang ke kawah Gunung Tinjau. Ini merupakan keputusan yang sulit, namun hukum harus ditegakkan.
Singkat cerita, pasangan kekasih itu dijatuhi hukuman dibuang. Sebelum dibuang, Giran berdoa jika ia tidak bersalah, berikanlah azab pada orang yang menuduhnya, serta jadikanlah bujang sembilan menjadi ikan. lalu kedua pasangan kekasih otu melompat ke dalam panasnya lahar gunung.
Doa giran dijawab, tak lama kemudian gunung tinjau mengelegar dan memuntahkan isinya. Gunung yang tinggi gagah itu seketika luluh lantak dan menelan semua penduduk gunung tinjau. Bujang sambilan menemui nasibnya berubah menjadi ikan.
Sisa kawah tersebut kemudian terisi air hingga menjadi danau, yang kemudian kita kenal dengan Danau Maninjau. Nama kesembilan bujang itu kemudian lekat menjadi nama daerah di tepian danau tersebut.
Review Cerita Bujang Sembilan
- Kamanakan barajo ka Mamak
Siti rasani beserta 9 saudara laki-lakinya diceritakan sudah tidak memiliki orang tua. Kewajiban untuk mengasuh dan membimbing kemudian jatuh ke tangan mamak. Sesuai dengan adat Matrilinial bahwa semua warisan, termasuk anak dijaga dengan baik oleh keluarga ibu, terutama oleh mamak dan keluarga sesuku
- Maulang Kaji Lamo
Siti Rasani dijodohkan dengan Gibran, yang tak lain adalah anak mamaknya. Pernikahan ini dibolehkan di minangkabau. Pernikahan ini dibberapa tempat diistilahkan dengan maulang kaji lamo, pernikahan seperti ini dapat memperkuat hubungan silaturahim yang tengah terjalin. Dalam sitilah minang digambarkan ‘Kuah talenggang ka nasi, Nasi ka dimakan juo’
- Tubo Danau Maninjau
Masyarakat sekitar mengistilahkan bahwa tubo yang membunuh ikan berasal dari kutukan Giran dan Siti Rasani. Fenomena ini kemudian diadaptasi menjadi cerita kaba yang bisa didongengkan pada generasi berikutnya.
Lumpur yang naik dan meracuni ikan, tak lain adaalah abu vulkanik gunung berapi. Tak seperti danau singkarak, danau maninjau terbentuk akibat aktivitas gunung berapi. Sehingga wajar saja, satu masa dalam periode tertentu gunung memuntahkan abu dan mengotori perairan.
Saat ini, kisah bujang sambilan ini tidak hanya diadaptasi dengan penceritaan kembali dalam bentuk randai/teater. Ada pertunjukan kesenian lain yang cukup populer, yaitu tari bujang sambilan.
Tari Bujang Sambilan merupakan pengembangan dari tari mancak. Sesuai namanaya, gerakannya diambil dari gerakan-gerakan mancak (pencak) silat. Tarian berpasangan empat sampai enam orang ini menampilkan keluwesan gerak yang diadaptasi dari gerakan silek Gunuang/ silek tuo.
Tarian ini berfungsi sebagai tarian hiburan yang biasanya ditampilkan pada acara-acara adat, ataupun untuk kompetisi tari. Seperti tarian minang lainnya yang populer yaitu tari pasambahan, tari piriang, tari payuang dan masih banyak lagi.